Sabtu, 30 September 2017

SKRIPSI PENYALURAN ZAKAT UNTUK KALANGAN PELAJARPESANTREN DI DESA PULO LHOK KECAMATAN ULIM (ANALISIS FIQH SYAFI’IYYAH) BAB II

loading short url



BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
                                                        
A.  Hasil Penelitian Yang Relevan
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembahasan sebuah skripsi adalah pembahasan yang akan dilakukan oleh mahasiswa tersebut belum pernah dibahas sebelumnya oleh mahasiswa lain, atau pembahasan yang akan dibahasnya nanti punya perbedaan yang jelas dengan apa yang telah dibahas oleh mahasiswa lainnya walaupun kedua-duanya meneliti dan mengkaji dalam sebuah permasalahan yang sama. Karena apabila Skripsi yang ditulis sama seperti yang telah ada, maka Skripsi tersebut akan dianggap hasil dari plagiat, tidak orisinil. Oleh kerena itu, untuk menghindari terjadinya persamaan dalam penulisan Skripsi, penulis kemudian memeriksa Skripsi-skripsi yang ada dalam perpustakaan Tun Sri Lanang Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga Kab. Bireuen maupun di tempat-tempat yang lain, seperti Lembaga Bahtsul Masail (LBM) MUDI Mesjid Raya Samalanga, internet dan lain sebagainya. Sejauh pengamatan dan penelusuran penulis, setelah penulis periksa isi perpustakaan dan lainnya, belum ada yang membahas secara khusus tentang masalah “Penyaluran Zakat Untuk Kalangan Pelajarpesantrendalam perspektif Fiqh syafi’iyyah (Studi Di Desa Pulo Lhok Kecamatan Ulim)” Sehingga tertarik keinginan dari penulis untuk membahasnya dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berbentuk Skripsi.
Namun, penulis akan menyebutkan disini beberapa karya tulis ilmiah baik itu berbentuk skripsi, buku maupun kajian dalam penelitian ilmiah lainnya yang telah lebih dahulu membahas tentang masalah talak, di antaranya:
1.      SkripsiSkripsimahasiswaSyari'ahyaituskripsidarisaudariNadlirarussa'adah (NIM. 2101141) lulus tahun 2006 yang berjudul "
2.      SkripsidarimahasiswaSyari'ahnamaNurAmaliyah (NIM 2199028) lulus tahun 2004 yang berjudul “













B.       Pengertian, Dalil dan Keutamaan Zakat
1.    Pengertian Zakat
Secara bahasa, zakat itu bermakna bertambah, suci, tumbuh, barakah. Makna yang kurang lebih sama juga kita dapati bila membuka kamus bahasa Arab. Sedangkan secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah SWT wajibkan untuk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat). Kata zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna zakat dan dua kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat itu turun di Mekkah dan sisanya yang 22 turun di Madinah. Sedangkan Imam An-Nawawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang.[1] Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili sebelumnya. Sedangkan untuk istilah shadaqah, maknanya berkisar pada 3 (tiga) pengertian berikut ini :
1.      Shadaqah dapat didefinisikan sebagai pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan.
2.      Shadaqah adalah identik dengan zakat Ini merupakan makna kedua dari shadaqah, sebab dalam nash-nash syara’ terdapat lafazh “shadaqah” yang berarti zakat.
3.      Shadaqah adalah sebutan bagi sesuatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan syara’). Pengertian ini didasarkan pada hadits shahih riwayat Imam Muslim bahwa Nabi SAW bersabda : “Kullu ma’rufin shadaqah”
Dalam pengertian istilah syara’, menurut ulama Madzhab zakat mempunyai banyak pemahaman, diantaranya:
1.    Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakala kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang dan pertanian.
2.    Madzhab Hanafi, zakat adalah menjadikan kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang sudah ditentukan oleh pembuat syari’at senata-mata karena Allah SWT.
3.    Madzhab Syafi’i, zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu.
4.    Madzhab Hambali, memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk golongan yang tertentu dalam waktu tertentu pula.[2]
Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa zakat adalah penyerahan atau penunaian hak yang wajib yang terdapat di dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak.
2.      Dalil dan Keutamaan zakat
Zakat merupakan salah satu pilar dari pilar islam yang lima, Allah SWT. telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga, atau telah tiba saat memanen hasil pertanian).[3]
Banyak sekali dalil-dalil baik dari al-quran maupun as-sunnah sahihah yang menjelaskan tentang keutamaan zakat, infaq dan shadaqah. Sebagaimana firman Allah SWT :
1.      QS Al-baqarah Ayat 277
¨bÎ)šúïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏJtãurÏM»ysÎ=»¢Á9$#(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#(#âqs?#uäurno4qŸ2¨9$#óOßgs9öNèdãô_r&yZÏãöNÎgÎn/uŸwurì$öqyzöNÎgøŠn=tæŸwuröNèdšcqçRtóstƒÇËÐÐÈ[4]
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2] : 277 ).

2.      QS Ar Ruum ayat 39

!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB$\/Íh(#uqç/÷ŽzÏj9þÎûÉAºuqøBr&Ĩ$¨Z9$#Ÿxsù(#qç/ötƒyYÏã«!$#(!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB;o4qx.yšcr߃̍è?tmô_ur«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqàÿÏèôÒßJø9$#ÇÌÒÈ[5]
Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar Ruum [30]  : 39)

3.      QS Al Baqarah ayat 274
šúïÏ%©!$#šcqà)ÏÿYãƒOßgs9ºuqøBr&È@øŠ©9$$Î/Í$yg¨Z9$#ur#vÅZpuŠÏRŸxtãuróOßgn=sùöNèdãô_r&yYÏãöNÎgÎn/uŸwurêöqyzóOÎgøn=tæŸwuröNèdšcqçRtóstƒÇËÐÍÈ[6]
Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2] : 274 ).

            Banyak juga Hadits-hadist nabi Yang menerangkan tentang Kewajiban zakat yaitu :
1.      Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rasulullah bersabda :
بني الاءسلا م على خمس شها دة ان لا اله الاالله و ان محمدا رسول الله اقا مة الصلاة و ايتاء الز كاة و حج البيت و صوم رمضان [7]
Artinya: Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan” (HR Bukahari Muslim).
2.      Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah
ما من صاحب كنز لا يؤ دي ز كا ته الا احمي عليه في نارجهنم فيجعل صفا ئح فتكوى بها جنبا وجبهته)الحد يثرواه احمد و مسلم([8]
Artinya :Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya (HR Ahmad dan Muslim).
3.      Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dal buku Al Ausath dan As Saghir dari Ali
ان الله فرض على اغنياء المسا عين في اموا لهم بقد ر الذي يسع فقرا ئهم ولن يجهد الفقراء اذا جا عوا او عروا الا بما يصنع اغنيا ئهم الا وان الله يحا سبهم حسابا شديدا و يعذ بهمعذابااليما[9]
Artinya: Allah ta’ala mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin diantara merela fakir miskin itu tiadalah akan menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang kecuali karena perbuatan golongan dan kaya, ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih” (HR. Thabrani)

3.      Kriteria Harta yang Wajib di Zakatkan
Adapun kriteria harta kekayaan yang wajib dizakati adalah sebagai berikut:
1.    Kepemelikan penuh (perfect title)
Maksudnya harta kekayaan tersebut sepenuhnya milik pribadi dan tidak ada hubungannya dengan kepemilikan orang lain. Adapun harta yang tidak sepenuhnya milih sendiri, di antaranya:
a.    Harta Haram (uang panas) Yaitu harta yang diperoleh dengan cara ilegal, seperti hasil curian, penipuan, korupsi, riba, penyelewengan, perjudian dan cara-cara lain yang tidak halal. Harta jenis ini secara esensial tidak dimiliki oleh si pemiliknya, meski harta tersebut dalam genggamannya. Harta/uang haram ini tidak wajib dizakati, namun harus dikembalikan pada pemilik aslinya, atau diserahkan pada pemerintah jika memang pemiliknya tidak ketahuan. Harta seperti ini tidak akan tetap haram baik disimpan sendiri atau disedekahkan, karena Allah tidak menerima sedekah dari harta kotor.
b.    Harta wakaf (untuk kepentingan umum) Para ulama membedakan antara wakaf kepentingan individu dan kepentingan umum. Harta yang diwakafkan pemiliknya untuk kepentingan umum tidak wajib dizakati, sementara harta yang disumbangkan pada satu pihak tertentu atau perseorangan sehingga publik tidak bisa menikmatinya maka harta jenis ini wajib dizakati.
c.    Piutang, ada dua jenis piutang yaitu:
1)   Piutang aktif, yaitu piutang yang bisa diharapkan terbayar dan si pemberi hutang bisa mengambilnya sewaktu-waktu. Piutang jenis ini harus dizakati. Dimasukkan ke dalam keseluruhan harta kekayaan.
2)   Piutang pasif, yaitu piutang yang tidak mungkin atau sulit untuk terbayar. Piutang passiva ini tidak wajib dikeluarkan zakatnya, akan tetapi kita tetap berkewajiban membayarnya ketika kita memang benar-benar sudah menerima pelunasannya, itupun, menurut pendapat mayoritas, hanya di tahun saat kita menerima pelunasan tersebut. Misalnya piutang itu berada ditangan peminjam selama 5 tahun, dan baru dikembalikan pada tahun ke-6, maka kita hanya kewajiban mengeluarkan zakatnya untuk tahun ke-6 itu saja dan tidak wajib mengeluarkan zakat untuk lima tahun sebelumnya.
Imam Malik (pendiri madzhab Malikiyah) mempunyai prinsip lain, baik piutang aktif maupun pasif, keduanya sama-sama dizakati, dengan syarat selunasnya piutang itu. Kewajiban zakat itu pun hanya setahun di tahun saat menerima pelunasannya tersebut. Namun Imam Malik juga mensyaratkan satu hal, sang pemilik piutang bukan kategori orang yang menolak pelunasan agar ia terbebas dari wajib zakat. Jika demikian halnya, maka pemilik piutang yang seperti ini terkena kwajiban membayar zakat tiap tahun selama piutang itu belum lunas.[10]
Perlu diingat, piutang yang kita bahas di atas adalah benar-benar uang piutang, maksudnya bukan piutang yang dikomersialkan. Jika piutang tersebut berupa barang (yang dikomersialkan), maka pemilik piutang harus membayar zakatnya setiap tahun dengan menggunakan uang yang ada dulu.
2.      Berkembang (Produktif)
Artinya bahwa harta tersebut bisa bertambah nilainya, baik pertambahannya secara nyata diupayakan atau sebenarnya harta itu berpotensi berkembang namun didiamkan oleh pemiliknya. Contoh harta yang mampu mendatangkan pemasukan secara nyata bagi pemiliknya adalah seperti ternak, barang dagangan, atau aset-aset tersebut berkembang sendiri seperti hasil bumi dan buah-buahan, dll. Dan contoh jenis harta yang berpotensi berkembang adalah seperi emas, harta simpanan, aksesori-aksesori mewah. Syarat "berkembang" ini mempunyai dua arti penting dalam menentukan kategori aset wajib zakat, yaitu:
1)      Untuk membedakan dari kekayaan yang mempunyai fungsi, walaupun itu sifatnya individual. Seperti perhiasan yang dipakai, mobil pribadi, perabotan rumah tangga, rumah pribadi, dll.
2)      Memasukkan semua jenis aset kekayaan yang mempunyai karakter berkembang ke dalam kategori wajib zakat. [11]

3.    Mencapai Nisab
Apapun jenis aset yang kita miliki, kita tidak wajib menzakatinya sampai aset tersebut mencapai Nisab. Nisab aset-aset ini berbeda satu sama lain. Dalam proses audit nisab, disyaratkan harus sempurna setelah penotalan anggaran kebutuhan pokok berupa sandang, papan, pangan, peralatan kerja, dll. Maka nisab yang dianggap adalah nisab yang sudah terbebas dari biaya kebutuhan pokok untuk pribadi dan keluarganya.
Contoh: Jika si A mempunyai aset Rp. 75 juta, sementara ia harus melunasi hutang sebesar Rp. 7 juta dan untuk biaya kebutuhan pokok sebesar Rp. 15 juta. Maka aset wajib zakatnya adalah Rp. 53 juta.  Adapun nisab harta kekayaan adalah senilai 85 gram emas murni (menurut harga pasar). Jika aset pokok yang telah dikurangi anggaran kebutuhan pokok ini mencapai nisab maka harus dizakati. Jika kurang dari nishab, tidak wajib.
4.    Kepemilikan selama setahun (menurut kalender hijriyyah)
Syarat wajib zakat yang terakhir adalah kepemilikan harta senilai nisab selama 12 bulan, menurut hitungan hijriyah. Tempo haul (setahun) ini dihitung sejak permulaan sempurnanya nisab dan tetap utuh sampai akhir tahun, meski mungkin pada pertengahan tahun sempat berkurang. Jika pada akhir tahun, jumlah tersebut berkurang dan tidak mencapai nisab lagi, maka si pemilik tidak wajib menzakatinya.
Ketentuan kepemilikan nisab secara utuh hingga akhir tahun ini dimaksudkan demi menghindari pengulangan dalam pembayaran zakat, sebagaimana larangan Rasul, "Tidak ada pengulangan dalam sedekah". Ini berarti bahwa tidak boleh misalnya jika kita mengeluarkan zakat untuk satu jenis aset kekayaan wajib zakat, kemudian beberapa bulan selanjutnya mengeluarkan zakat lagi.[12]
Ketentuan haul ini hanya berlaku untuk aset-aset yang berkembang seperti komoditi komersial, ternak, simpanan, emas, perak, perhiasan dan lain-lain. Sedangkan aset-aset lain seperti hasil bumi, buah-buahan, barang tambang, dan kekayaan laut diambil zakatnya setelah sempurna perkembangannya dan mencapai nisab.(Jadi tidak menganut ketentuan harus memiliki nisab selama setahun). Begitu juga halnya al-mâl al-mustafâd, yaitu uang/kekayaan baru yang dimiliki seseorang dan belum dizakati sebelumnya. Artinya harta baru ini bukan dari produktifitas aset wajib zakat, namun sang pemilik mendapatkannya dari jalan yang terpisah dari aset wajib zakatnya. Seperti upah kerja (non-gaji), kompensasi, laba dadakan, dan hibah. Harta-harta jenis ini wajib dizakati langsung saat mendapatkannya -kalau memang sudah mencapai nisab- tanpa harus menunggu haul setahun.[13]

4.      Mustahik Zakat
Mustahik zakat atau orang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan yakni fakir, miskin, ‘amil, (petugas zakat), muallaf qulubuhum (orang yang baru masuk islam), riqab, (orang yang telah memerdekakan budak), gharim (orang yang berhutang), fi sabililah (orang yang yang berjihad di jalan Allah) dan ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan).
Ketentuan ini tersebut dalam QS at-Taubah/9 ayat 60:
$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ[14]
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana” (QS. At-taubah [9] : 60 ).
Kalau dilihat dari sudut penerimaannya (mustahik), maka zakat membebaskan manusia dari sesuatu yang menghinakan martabat mulia manusia, dan merupakan kegiatan tolong-menolong yang sangat baik di dalam menghadapi problema hidup dan perkembangan zaman. Adapun fungsi dan tujuan zakat bagi penerimaanya antara lain:
1.    Zakat dapat membebaskan penerimanya dari kesulitan dan kekurangan, sehingga dapat sedikit memenuhi kebutuhannya.
2.     Zakat menghilangkan sifat dengki dan iri.
3.    Menumbuhkan semangat persaudataan, kebersamaan, persatuan, senasib dan sepenanggungan.
4.    Menyempurnakan kemerdekaan hidup dan membangkitkan semangat pribadi manusia dalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan.[15]

a.    Fakir
Biasanya fakir didefinisikan sebagai orang yang tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai penghasilan yang layak yang memenuhi kebutuhan makan, pakaian, perumahan, dan kebutuhan primer lainnya, juga tidak bekerja alias pengangguran.
Para ulama memiliki pendapat masing-masing tentang arti dari fakir. Keempat ulama tersebut adalah Syafi’i, Hanafi, Hambali, dan Maliki. Berikut adalah pengertian fakir dari masing-masing Imam tersebut.
1.   Syafi’i: Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau harta yang kurang dari seperdua kebutuhan atau kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban member belanjanya. Tidak ada orang yang mengurusnya.
2.   Hanafi: fakir ialah orang yang mempunyai harta kurang dari senishab atau mempunyai senishab atau lebih, tetapi habis untuk memenuhi kebutuhannya.
3.   Hambali: faikir ialah orang yang tidak menpunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua kebutuhannya.
4.   Maliki: fakir ialah orang yang mempunyai harta, sedang hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun, atau orang yang memiliki penghasilan tetapi tidak mencukupi kebetuhannya, maka diberi zakat sekedar memenuhi kebutuhannya.[16]

b.     Miskin
Miskin adalah orang yang mempunyai harta, yang bisa memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya tapi serba kekurangan.Pada umumnya zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini kurang begitu membantu mereka untuk jangka panjang, karena uang atau barang kebutuhan sehari-hari yang telah dibarikan akan segera habis dan mereka akan kembali hidup dalam keadaan fakir atau miskin. Idealnya zakat yang disalurkan kepada dua golongan ini dapat bersifat “produktif”, yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mereka.
Tujuan utama melaksanakan kewajiban kebaikan denganmemberikan sebagian harta yang dimiliki kepada orang-orang miskin adalah untuk memperkuat kesejateraan masyarakat. Kesejateraan yang dimaksut adalah menghilangkan kesenjangan yang lebar antara kelompok kaya dan miskin sebagai cara untuk mewujudkan keadilan social. Masalah kesenjangan antar kelas social menjadi perhatian utama Islam karena ketimpangan distribusi materi sebagai penyebab ketidakadilan di masyarakat. Dengan kata lain Islam sangat menentang ketidakadilan dalam distribusi sumber-sumber materi.
c.    Amil
Amil atau pengurus zakat merupakan golongan ketiga yang disebutkan oleh Allah Swt sebagai mustahik zakat. Zakat diberikan kepada para petugasnya baik yang kaya maupun tang miskin. Karena zakat yang diberikan kepada mereka bukan karena kemiskinan mereka, bukan karena ketidak mampuan mereka, tetapi atas upah atau gaji atas kerja yang mereka lakukan dalam mengurus dan mengolah zakat. Tegasnya amil juga berhak terhadap zakat.[17]
Wahbah Zuhaili lebih merinci pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh Amil zakat dengan: Al-Hasyier, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan harta kekayaan dari pemiliknya. Al-Arief, adalah orang yang diberi tugas untuk menghitung orang-orang yang berhak menerima zakat, jumlah orang yang memiliki binatang ternak , tukang takar, tukang timbang dan penggembala. Setiap orang yang terkait dengan zakat termasuk kategori amil, tidak boleh dari kalangan qadli (Hakim) dan pengasa, sebab mereka tidak boleh mengambil dari baitul mall.
Yusuf Qardlawy menjelaskan ada empat peran Amilin (petugas zakat):
1.      Mengingatkan Muzakki untuk membayar zakat. Karena sikap naluriah manusia adalah bakhil.
2.      Menjaga “Air Muka” atau perasaan para mustahiq. Karena melalui perantaraan para amil, mereka (mustahiq) tidak perlu langsung bertemu dengan para muzakki. Lebih dari itu, cara kerja amil yang proaktif mendatangi para muzakki dan mustahiq, mereka yang kekurangan hidupnya namun tidak membiarkan diri mereka meminta-minta dijalanan, akan mendapat perhatian secara proporsional.
3.      Mengontrol agar mustahiq menerima pemberian zakat dari mana-mana. Karena prioritas penditribusian zakat kepada para mustahik harus dilaksanakan secara adil dan proporsional.
4.      Menentukan prioritas dan pendistribusian zakat yang produktif dan konsuntif. Ini diharapkan dalam satuan waktu tertentu, mustahik dapat berubah menjadi muzaki, dengan mengembangkan zakat yang diterimanya sebagai modal usaha.[18]

d.   Mu’allaf
Muallaf adalah golongan yang baru masuk islam, yang keimannan dan keislamannya masih lemah. Dengan diberikan zakat kepada kelompok ini, diharapkan akan bertambah keimanan dan keislamannya, dan hati mereka semakin kokoh dan mantap dalam islam.[19]
Muallafah qulubuhum sebagaimana yang tercantum dalam ayat al-Qur’an menurut para ulama diperuntukkan untuk dua jenis orang, yaitu kafir dan muslim dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.      Orang Kafir.
a)      Orang kafir yang diharapkan masuk Islam. Mereka diberi zakat untuk mendorong mereka agar masuk Islam sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw kepada Sofwan bin Umayyah pada saat ia masih kafir.
b)      Orang yang dikhawatirkan kejelekan atau kejahatannya dengan harapan pemberian zakat tersebut menghentikan kejahatannya.
2.      Orang Islam
a)      Golongan yang baru masuk islam. Zakat diberikan kepada mereka dalam rangka memperkuat dan menambah keyakinan mereka terhadap Islam.
b)      Orang islam yang lemah imannya yang dikawatirkan akan menjadi murtad.
c)      Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk islam yang masih mempunyai sahabat-sahabat orang kafir. Dengan member mereka zakat, dapat menarik simpati dari sahabat-sahabatnya yang masih kafir untuk memeluk islam.

e.    Riqab
Riqab adalah termasuk dari salah satu mustahik atau golongan yang berhak menerima zakat. Riqab ialah pembebasan budak dan menghilangkan segala bentuk perbudakan. Secara harfiah golongan ini diartikan orang-orang yang bersetatus buda, termasuk dalam pengertian ini tebusan yang diperlukan untuk membebaskan orang islam yang ditawan oleh orang-orang kafir.
Pemberian zakat kepada budak sebagai tebusan yang akan diberikan kepada tuannya sebagai syarat pembebasan dirinya dari perbudakan merupakan salah satu cara islam untuk menghapuskan perbudakan dimuka bumi.[20]
Menurut pendapat para ulama, bahwa cara membebaskan perbudakan ini biasanya dilakukan dengan dua cara:
1.    Perbudakan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan perjanjian dengan tuannya, bahwa ia sanggup membayar sejumlah harta untuk membebaskan dirinya.
2.    Uang zakat yang terkumpul dari para muzakki, dengan uang zakat itu kemudian dipakai untuk membeli dan membebaskan para budak.
Ada sebagian masyarakat yang salah presepsi tentang golongan ini dalam konteks kontenporer. Mereka menganggap bahwa tenaga kerja (TKI) berhak untuk mendapat zakat dengan dianalogikan kepada golongan ini. Sebenarnya jika TKI dianggap tidak mampu dari segi keuangan sedangkan dia sendiri memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, maka ia diberikan zakat atas nama golongan fakir miskin dan bukan golongan dari riqab.[21]

f.     Gharimin
Yang dimaksut dengan gharimin ialah mereka yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri dalam melaksanakan ketaatan dan kebaikan atau kemaslahatan masyarakat. Misalnya hutang yang digunakan untuk mendamaikan sebuah persengketaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat atau menjamin/menutupi hutang yang dimiliki orang lain sehingga akibat dari hal tersebut bisa menghabiskan atau mengurangi hartanya.
Dalam memberikan batasan apa yang dimaksut dengan gharimin (bentuk jama’ dari gharim), tidak terlepas dari pandangan di kalangan ulama. Menurut abu hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai hutang, dan dia tidak memiliki bagian yang lebih dari hutangnya. Menurut Imam Malik, , Syafi’I dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai hutang terbagi ke dalam dua golongan. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya dan keluarganya. Kemaslahatan ini adalah kemaslahatan yang digunakan untuk kebutuhan pokok bagi dirinya dan keluarganya, seperti kebutuhan makan, kebutuhan akan pakaian, untuk pengobatan, pendidikan dan kebutuhan pokok lainnya. Kedua, orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum. Contohnya orang yang mendamaikan dua pihak yang bersengketa, tetapi membutuhkan dana yang lumayan besar, sehingga ia harus berhutang.
Bagian untuk gharimin dan riqab pada saat ini dapat diberikan bantuan dana berupa dana zakat untuk pedagang kecil, yang biasanya mendapatkan modal dari pelepas uang dengan bunga yang tinggi, sehingga sulit bagi mereka untuk melunasi hutangnya. Pedagang kecil seperti pedagang asongan seringkali terbelenggu dan tidak bisa melepaskan diri dari praktek rentenir.[22]
g.    Sabilillah
Sabililah ialah usaha dan kegiatan perorangan atau badan yang bertujuan untuk menegakan syari’ar islam dan kepentingan agama atau kemaslahatan umat.
Para ulama, termasuk ulama kontenporer berbeda pendapat tentang batasan fisabililah. Sebagian ada yang mempersempit, dan sebagian lagi memperluas pengertian tersebut. Pendapat yang memperluas menyatakan bahwa segala perbuatan amal saleh yang dilakukan secara ikhlas dalam rangka pengabdian kepada Allah, baik yang bersifat pribadi maupun kemasyarakatan, termasuk kedalam kerangka fisabililah. Adapun pendapat yang mempersempit menyatakan bahwa yang dimaksut dengan fisabililah disini adalah khusus untuk jihad.
Dari sini jelas bahwa sabililah tidak hanya berarti kegiatan militer, tetapi termasuk juga berbagai macam kegiatan lainnya, seperti:
a.       Pendanaan kegiatan kemiliteran yang berusaha menaikan martabat Islam, menantang serangan terhadap islam dan kaum muslimin di berbagai tempat, seperti di palestina, afganistan dan Filipina.
b.      Membantu kegiatan, baik pribadi atau kelompok yang bertujuan mengembalikan kekuasaan terhadap pihak islam, melaksanakan ketentuan hokum islam dinegara-negara islam, menantang semua gerak langah musuh-musuh islam yang bertujuan mengikis kaidah islam dan menyingkirkan hokum islam dari peraturan kenegaraan.
c.       Memberikan suntikan dana kepada  pusat dakwah islam yang dikelolah oleh tenaga-tenaga sukarelawan yang jujur di Negara-negara non-islam yang dijadikan sebagai pusat dakwah.
d.      Memberikan suntikan dana terhadap kegiatan-kegiatan yang bekerja serius untuk melanggengkan islam di kalangan minoritas muslim di Negara-negara yang kaum musliminnya mendapat tekanan dari warga non muslim yang bertujuan membersikan Negara-negara mereka dari kaum muslimin yang masih tertinggal.[23]

h.    Ibnusabil
Ibnusabil ialah orang yang berpergian tidak untuk bermaksiat, tetapi demi kemaslahatan umum dan kehabisan bekal di perjalanan. Perjalanan di sini adalah perjalanan yang mempunyai nilai ibadah. Perjalanan yang mempunyai nilai ibadah misalnya orang yang menuntut ilmu di daerah lain, atau orang yang melakukan dakwah disuatu daerah, atau orang yang mencari kerja di Negara lainuntuk menafkahi keluarganya, kemudian apabila mereka terputus bekalnya dan mereka membutuhkan harta atau dana untuk sekedar mencukupi kebutuhan mereka, maka kepada mereka boleh diberi zakat.
Di samping itu porsi zakat untuk golongan ini dapat diberikan sebagai berikut:
1.      Biaya atau dana yang diberikan untuk pengiriman mahasiswa melanjutkan pendidikannya.
2.      Membiayai ekspedisi ilmiah.
3.      Mengirimkan utusan ke suatu seminar atau konperensi yang membahas tentang peningkatan kehidupan beragama di tengah masyarakat.
4.      Penyediaan asrama murah untuk pelajar.[24]

5.      Tujuan Zakat

Dalam hubungan ini Zakat mempunyai tujuan tertentu yaitu :
1.      Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan yang menimpanya.
2.      Membantu menyelesaikan masalah hidup yang di hadapi oleh Gharimin dan ibnu sabil dan Mustahik lainnya.
3.      Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya.
4.      Memnghilangkan sifat kikir dan tamak bagi pemilik harta.
5.      Membersihkan sifat iri dan dengki serta kecemburuan sosial dari hati orang miskin.
6.      Menjembatani jurang pemisah antara yang miskin dan kaya dalam artian sama dan tidak ada perbedaan.
7.      Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang mempunyai harta.
8.      Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
9.      Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.

            Dari harta kekayaan orang mukmin baik yang tertentu maupun tidak, sebagai kewajiban ataupun suka rela, guna membersihkan mereka dari penyakit kikir  dan serakah , sifat-sifat merendahkan dan kejam terhadap fakir miskin, juga untuk menyucikan jiwa mereka, menumbuhkan dan mengangkat derajatnyadengan berkah dan kewajiban, baik dari segi moral dan amal, hingga dengan demikian ia akan layak mendapatkan kebahagiaan baik didunia maupun di akhirat.
Firman Allah SWT dalam QS At-taubah.
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ[25]
Artinya: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(QS, At-taubah [9] : 102).

Merupakan dari sifat kemuliaan, suka berbuat baik dengan berbakti kepada Allah SWT dan memberikan zakat kepada fakir miskin desebabkan rasa sayang dan belas kasih serta santun santun kepada mereka.

6.         Hikmah zakat
            Zakat sebagai lembaga dalam islam mengandung hikmah yang bersifat rohaniyah dan filosofis, hikmah itu digambarkan dalam ayat Al-Quran surah Al-baqarah ayat 261
            ã@sW¨BtûïÏ%©!$#tbqà)ÏÿZãƒóOßgs9ºuqøBr&ÎûÈ@Î6y«!$#È@sVyJx.>p¬6ymôMtFu;/Rr&yìö7yŸ@Î/$uZyÎûÈe@ä.7's#ç7/Yßèps($ÏiB7p¬6ym3ª!$#urß#Ï軟Òãƒ`yJÏ9âä!$t±o3ª!$#urììźuríOŠÎ=tæÇËÏÊÈ[26]
Artinya: perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-baqarah [2]: 60)

            Perumpaan diatas jelas oleh allah SWT. melipat-gandakan bagi orang yang mengeluarkan (zakat) hartanya dijalan Allah SWT. Dengan suatu tuntutan mengharap ridha-Nya, sesungguhnya satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan, firman Allah SWT. Dalam Al-quran:
$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhŠsÛ$tBóOçFö;|¡Ÿ2!$£JÏBur$oYô_t÷zr&Nä3s9z`ÏiBÇÚöF{$#(Ÿwur(#qßJ£Jus?y]ŠÎ7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?NçGó¡s9urÏmƒÉÏ{$t«Î/HwÎ)br&(#qàÒÏJøóè?ÏmÏù4(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#;ÓÍ_xîîŠÏJymÇËÏÐÈ[27]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-baqarah [2] : 267).








[1] Moh. Rowi Latief & A. Shomad Robith, Tuntunan Zakat Praktis,... h.13
[2] Dr. H. Amiruddin Inoed, dkk, Anatomi Fiqh Zakat (Potret & Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan), (Sumatera Selatan: Pustaka Pelajar, 2005), h. 9
[3] Lahmanudin Nasution, Fiqih 1, (Bandung: Jaya Baru, 1998) h: 145

[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h. 47

[5] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h. 408

[6] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h. 46

[7] Sari, Elsi Kartika.. Pengantar hukum Zakat & wakaf. Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 2007). (online), (http://www.google.books. Diakses 11 mei 2016 pukul 13.00 WIB).

[8] Yusuf , Mohammad Asror .. Kaya karena ALLAH. (Tangeran: Penerbit PT Kawan Pustaka, 2004). H. 67

[10]Rasjid, Sulaiman.. Hukum Fiqh Islam. Bandung (Penerbit :  Sinar Baru Algensindo 2011). H 89
[11] Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam : (Penerbit Sinar Baru Algensindo 2011).. h. 56
[12] Dr. H. Amiruddin Inoed, dkk, (Potret & Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan) ...h. 45

[13]M.Ali Hasan, Zakat dan infaq,Satu solusi mengatasi Problema sosial di Indonesia,,(Jakarta: kencana,2006)... h. 88

[14] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h.196
[15] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h.69
[16] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h.70
[17] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h.76
[18] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h.78

[19] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h. 94
[20] Lahmanudin Nasution, ...h. 67

[21] Al-Jaziri Abdurrahman, Fiqh Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press,2002 .. H. 68
[22] Lahmanudin Nasution,....H. 45
[23] Abdul Hamid,Fikih zakat, ...., h. 75
[24] Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), ..H. 78
[25] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h. 98
[26] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h.
[27] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya... , h.


EmoticonEmoticon

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

ci stot ileee ( penelusuran )

Arsip Blog